Diet Ketogenic : Sejarah dan Perkembangan Ketogenik serta Masa Depan Keto (Bagian 1)


#TELEMINARabu dengan tema #teleminar di: t.me/pantangdiet

Diet Ketogenic; Sejarah dan Perkembangan Terkini Serta Masa Depan Diet Keto Ini.

Banyak member atau PD Rangers yang sudah familiar dengan istilah diet keto, walau banyak yang masih tahu sebatas edukasi dari diet keto modifikasi dengan minum minyak (vco atau mct oil), tapi saya akan bahas secara umum dulu dan tidak menyinggung satu kelompok secara spesifik karena masih banyak juga yang masih belum paham secara mendalam.

Secara generik, diet ketogenic adalah pola makan yang teridentifikasi dengan adanya ketone bodies (keton) diproduksi oleh hati.

Metabolisme tubuh pun lebih cenderung ke arah pembakaran lemak daripada glukosa.

Secara spesifik diet ketogenik membatasi karbohidrat di tingkat tertentu, kisarannya sekitar 100 gram per hari walau ada juga yang seketat sekitar 10 gram sehari (zerocarb)

Pembatasan karbohidrat ini menyebabkan beberapa rangkaian adaptasi, sedangkan konsumsi lemak dan protein bervariasi tergantung tujuan dari pelaku diet.

Tapi tetap, utamanya penentu sebuah diet atau pola makan masuk ke dalam kategori ketogenik atau tidak tergantung pada seberapa banyak (atau kesedikitan) karbohidrat.

Dalam kondisi yang biasa, tubuh manusia membakar kombinasi karbohidrat, lemak, dan protein, lalu ketika karbohidrat dikurangi hingga seminimal mungkin sampai mengurangi simpanan karbo/gula di glikogen terkuras, tubuh jadi harus menggunakan bahan bakar alternatif untuk energi.

Salah satu bahan bakar yang digunakan tubuh adalah FFA atau free fatty acids alias lemak, mayoritas organ-organ menggunakannya.

Tapi tidak semua organ, misalnya otak dan sistem saraf tidak bisa pakai lemak, hanya glukosa tapi juga ternyata bisa menggunakan keton sebagian besar otak ini.

Keton adalah by-product dari pemecahan lemak yang tidak komplit di hati, bisa sebagai pengganti karbo/gula untuk otak dan beberapa jaringan badan lain.

Produksi keton ini diproduksi dengan laju tertentu dan terkumpul di darah, menyebabkan kondisi ketosis dan penggunaan glukosa menurun (juga produksinya), pemecahan protein juga berkurang sehingga ada efek menahan laju pengurangan protein supaya yang berkurang adalah kadar lemak badan bukan otot atau organ alias lean body mass.

Ketika seseorang beradaptasi pada diet keto, terjadi beberapa perubahan hormonal yaitu insulin utamanya dan glukagon.

Insulin adalah hormon yang mengatur penyimpanan nutrisi, meregulasi kalori dari darah menuju jaringan atau organ, misalnya sebagian besat gula darah diarahkan insulin ke simpanan gula atau glikogen di otot, asam lemak disimpan di sel-sel lemak sebagai trigliserida.

Glukagon adalah hormon yang memobilisasi kalori untuk tubuh memecah cadangan glikogen khususnya yang dihati untuk menyediakan glukosa.

Saat karbohidrat dibatasi konsumsinya, level insulin menurun dan glukagon meningkat, menyebabkan asam lemak bebas dari sel-sel lemak dan tingkat pembakarannya meningkat di hati.

Pembakaran lemak yang meningkat inilah yang membuat produksi keton terjadi jadi ada konsisi ketosis.

Selain insulin dan glukogan, ada beberapa hormon-hormon juga yang berubah untuk membuat tubuh cenderung menggunakan lemak untuk tenaga daripada glukosa atau karbohidrat.

Secara singkat, demikianlah diet ketogenik itu definisi umumnya.

Sejarahnya dimulai dari jaman romawi atau yunani kuno saya lupa..

Ketika seorang anak kejang (biasa akibat epilepsi) diobati dengan dikurung di kamar untuk mengusir roh jahat, dan berhasil.

Tapi sebenarnya itu bukan karena roh jahatnya pergi tapi karena ketika dikurung itu tidak dikasih makan atau minum, alias berpuasa.

Secara metabolik, puasa dan diet keto serupa.

Puasa menyebabkan kondisi starvation ketosis dan perkembangan terkini diet keto adalah menuju dietary ketosis atau nutritional ketosis.

Peran puasa untuk perawatan kejang-kejang ini sudah dari ribuan tahun di kalangan pengobatan Yunani dan India kuno.

Dalam literatur Hippocratic Corpus: On The Sacred Disease, dijelaskan bagaimana manusia sembuh dari epilepsi dengan berpantang makan dan minum.

Di jaman kedokteran modern, puasa sebagai perawatan epilepsi tercatat pada studi ilmiah di tahun 1911 di Perancis, sebagai alternatif dari pengobatan dengan potassium bromide yang berefek samping pengurangan kecerdasan, jadi berpuasa lebih baik dari obat ini.

Di Awal abad 20-an, di Amerika dipopulerkan ide berpuasa untuk kesehatan oleh Bernarr Macfadden dan muridnya, Hugh Conklin, juga menggunakan metode puasa untuk mengatasi kejang akibat epilepsi dengan tingkat kesembuhan 90% pada anak-anak dan 50% pada orang dewasa.

Analisis jurnal ilmiah selanjutnya menunjukkan 20% pasien-pasiennya bebas kejang dan 50% menunjukkan perbaikan.

Selanjutnya puasa jadi terapi utama di tahun 1916, laporan Dr McMurray di New York

Medical Journal menunjukkan keberhasilannya menggunakan puasa untuk pasien-pasien epilepsi sejak tahun 1912.

Tapi para pasien tidak bisa berpuasa terus-terusan, mereka harus makan khususnya anak-anak dan berlanjutlah ke pengembangan suatu pola makan yang bebas tepung dan gula sehingga menyamai efek puasa.

Tahun 1921, ahli endokrin Rollin Woodyatt mencatat tiga senyawa larut air yaitu ketone bodies, ketiga keton ini adalah: beta hydroxybutyrate, acetoacetate, dan acetone yang diproduksi di hati akibat kelaparan dari diet sangat rendah karbohidrat dan tinggi lemak.

Russel Wilder dari Klinik Mayo menyebut pola makan ini: Diet Ketogenic dan menggunakannya untuk pengobatan epilepsi di tahun yang sama.

Hingga tahun 1930-an, diet keto ini digunakan untuk perawatan pasien epilepsi hingga pengenalan terapi anticonvulsant baru dan membuat terapi diet keto terlantar.

Tapi masih ada pasien epilepsi yang masih sulit mengontrol kejangnya dengan pengobatan baru ini, sekitar 20-30% khususnya pada anak-anak.

Tapi hingga tahun 1950-an, diet keto mulai menghilang seiring dengan banyaknya penggunaan obat resep baru untuk pengendalian kejang.

Di tahun 1960-an, beberapa riset menunjukkan bahwa lebih banyak keton diproduksi oleh trigliserida rantai sedang (MCT: medium chain triglycerides) karena disalurkan langsung dengan pesat ke hati via portal pembuluh hepatik daripada sistem limfatik.

Pada tahun 1970-an, Peter Huttenlocher merancang diet ketogenik dimana 60% kalori dari minyak MCT dan bisa menambahkan makanan dari sumber protein serta karbohidrat lebih banyak dibandingkan diet keto yang asli, sehingga banyak orang tua bisa menyiapkan makanan yang lebih bervariasi daripada sekedar yang berlemak saja untuk para anak-anak yang menderita epilepsi.

Banyak rumah sakit juga mengadopsi diet MCT ini daripada diet ketogenik original dan ada juga yang mengkombinasikannya juga.

Pada tahun 1994, seorang anak bernama Charlie dibawa ke Rumah Sakit John Hopkins karena kejangnya tidak bisa dikontrol baik dengan obat maupun dengan operasi otak, lalu sang ayah menemukan kembali literatur tentang diet ketogenic.

Kejang-kejang Charlie ini akhirnya bisa dikendalikan dengan diet keto, dan akhirnya ayahnya membuat Yayasan Charlie yang mendorong banyak penelitian lagi dalam diet ketogenik ini.

Pusat Medis John Hopkins pun membuat studi-studi diet ketogenik yang berjangka panjang lebih dari setahun, walau belum mengetahui mekanisme pasti bagaimana diet keto bisa mengendalikan kejang epilepsi, banyak ditemukan efek samping yang negatif juga ternyata dari studi-studinya ini.

Beberapa efek samping negatif yang tercatat dalam studi jangka panjang ini adalah: peningkatan lipid darah dan kolesterol, konstipasi atau sembelit, defisiensi vitamin dan mineral, kekurangan zat gizi tertentu juga elektrolit, naiknya resiko terdapat batu ginjal, pertumbuhan terhambat, dan keto-asidosis.

Anak-anak epilepsi yang diteliti dalam studi jangka panjang bertahun-tahun ini memang memiliki model diet keto yang beda dengan diet keto yang lebih bernutrisi misalnya seperti suku inuit-eskimo yang lebih banyak makan protein hewani daripada konsumsi lemak seperti anak-anak ini.

Beberapa dampak samping diet keto yang dimodifikasi misalnya cyclical dengan karbo secara jangka panjang memang belum ada walaupun beberap studi jangka pendek kepada beberapa atlit sudah banyak dilakukan.

Akan dibahas juga dampak positif bersifat terapi untuk obesitas, diabetes, pcos selain untuk epilepsi aja, dan efek buruknya akan lebih diperdalam nanti.

Misalnya seperti: malah bisa bikin resistensi insulin (gula darah malah naik)!?, kok bisa padahal katanya bagus untuk diabetesi..

Lalu efek yang bisa menekan nafsu makan, kok dibulang efek buruk juga?

Lah bukannya bagus nahan lapar?

Belum tentu.. Dan naiknya kolesterol, gimana itu?

Juga rasa kurang berenergi, metabolisme drop akibat tiroid bermasalah, dampak ke otak dan mood yang buruknya, asam urat yang melonjak naik beresiko GOUT…

Kerusakan ginjal dan berbatu, kerusakan hati juga, konstipasi/sembelit, malnutrisi alias defisiensi zat gizi seperti vitamin dan mineral tertentu, osteoporosis atau tulang keropos, kalsium berkurang, berat malah balik lagi atau naik, sistem imun kembali tertekan dan daya tahan tubuh melemah, ada gangguan pada saraf mata, rambut rontok dan perubahan di kulit serta kuku, terkurasnya eletrolit sehingga kram bahkan tercatat KEMATIAN!!!

Bagaimana pembahasan dan cara menghindarinya?

Jadi, diet ketogenic ini dari sejarahnya adalah terapi untuk epilepsi, tapi tidak terbatas disitu saja ternyata ada beberapa studi yang menunjukkan potensi:

Terapi diet ketogenik untuk masalah gangguan pernafasan, beberapa jenis kanker, cedera di kepala dan saraf, PCOS, mengontrol diabetes, untuk kinerja atletik atau olahraga dan soal turun berat badan…

Studi tentang kondisi ketosis dan starvation sekarang agak susah karena masalah etika, dulu ada riset oleh Hill yang dirangkum oleh Cahill yang membuat orang kelaparan hingga 60 hari, ada juga yang berpuasa hingga setahun hanya dengan air, suplementasi vitamin dan mineral saja.

Cahill GF and Aoki T.T. How metabolism affects clinical problems. Medical Times (1970) 98: 106-122.

Maaf, refensi ilmiahnya di belakang aja deh, biar enak dibacanya yaa..

Masalah utama dalam starvation atau kelaparan dengan berpuasa adalah kehilangan protein dari badan, utamanya jaringan otot (atropi) bisa hingga penurunan berat badan bukan saja dari berat lemak dan air tapi juga massa otot serta organ-organ, ini yang bahaya.

Di awal 1970-an, istilah berpuasa dengan tetap mempertahankan protein alias PSMF: protein sparing modified fast, yang memodifikasi puasa dengan tambahan konsumsi dengan tingkat yang cukup untuk mencegah kehulangan massa otot tanpa harus mengurangi manfaat positif berpuasa termasuk pengurangan kalori dengan pembakaran lemak badan serta keton.

Metoda PSMF ini masih digunakan sampai sekarang untuk mengendalikan berat badan tapi harus diawasi secara medis selain opsi operasi bariatrik (pengecilan lambung) Walters JK, et. al. The protein-sparing modified fast for obesity-related medical problems. Cleveland Clinical J Med (1997) 64: 242-243.

PSMF ini berbeda dengan beragam jenis diet rendah karbohidrat lainnya yang juga berkembang dari tahun 1970-an termasuk oleh dokter Atkins, hingga ke tahun 1990-an: Protein Power oleh dokter Eades (suami-istri), dan yang terkini adalah Pantang Diet oleh Reza Wahyu (hehehe…)

Tapi PSMF sebagai terapi sementara adalah perkembangan dari terapi ketosis untuk obesitas, hanya bersifat intervensi bukan pola makan jangka panjang namun sangat efektif dan juga efisien (dalam waktu singkat) berhasil menurunkan berat badan dengan aman tanpa kehilangan massa otot dan organ.

Saya sedang menuliskan PSMF dengan modifikasi suplementasi supaya tetap aman dan menyehatkan sebagai Cara Cepat Turun Berat (Lemak) Badan dalam suatu BUKLET (COMING SOON, ditunggu yaa launchingnya lagi.

Kehati-hatian dalam metode PSMF ini perlu diterapkan karena ada yang menggunakan PSMF dengan nama “The Last Chance Diet” dengan kalori yang sangat rendah dari konsumsi cairan berprotein jadi mirip PSMF tiruan padahal berbahaya, terjadi beberapa kejadian: KEMATIAN, kejadian ini menyebabkan diet ketogenik termasuk diet Atkins (bersifat ketogenic di fase induksinya) menjadi dijauhi atau ditentang kalangan asosiasi medis Amerika.

Sekarang, banyak orang ketakutan khususnya kalangan medis tentang kemungkinan dampak buruk diet keto: kehilangan massa otot atau organ, membahayakan hati dan ginjal juga, serta ketoasidosis (saya jelaskan di youtube Pantang Diet soal ketakutan bahaya ketoasidosis pada diet keto)

Pada uji klinisnya, dampak negatif diet ketogenik bisa dikalahkan dengan manfaatnya untuk kesembuhan penyakit dan kemungkinan adaptasi pada anak-anak agak kurang dibanding orang dewasa, serta yang utama: diet ketogenic-nya mesti dirancang untuk memitigasi resiko-resiko yang mungkin bisa timbul jika diet keto untuk turun berat badan ini tidak disusun dengan benar.

Jadi, bagaimana diet ketogenik yang memimik keadaan puasa ini secara lebih mendalam dengan detail proses metabolismenya?

Utamanya tubuh manusia menggunakan empat bahan bakar yang bisa digunakan sebagai sumber tenaga: glukosa, protein, asam lemak (FFA), dan keton.. sebenarnya alkohol juga bisa dibakar jadi tenaga tapi juga efeknya bahaya, bisa mabok!

Hahaha 🙂

Dalam kondisi biasa, kita biasa membakar lemak untuk tenaga ketika sedang tidak makan dan cadangan lemak adalah trigliserida ada disimpan dalam lemak badan yang puluhan kilogram bahkan yang obesitas bisa ratusan, kalau karbohidrat disimpan dalam cadangan glukosa di hati (glikogen) protein juga bisa dikonversi jadi glukosa di hati jika sedang kekurangan kalori.

Dan dalam kondisi puasa atau ketosis; keton dimanfaatkan juga sebagai bahan bakar tenaga, sebagai sumber energi, khususnya untuk otak kita.

Tapi jika dalam kondisi ketosis kita kelebihan kalori (misal akibat kebanyakan makan lemak) bisa jadi berat badan tidak turun malah naik, padahal udah diet keto, jadi ketogenic tidak menjamin penurunan berat badan kalau konsumsi lemak ketinggian dan melebihi kebutuhan pembakaran untuk pengeluaran tenaga.

Balik ke persoalan bahan bakar tenaga manusia…

Secara umum, tubuh kita akan menggunakan bahan bakar tenaga yang tersedia paling banyak di aliran darah, misal ada kenaikan gula darah yang berarti badan kita akan memprioritaskan penggunaan gula untuk tenaga daripada bahan bakar lainnya sebagai sumbernya.

Sebaliknya, jika kita menurunkan kadar gula darah maka tubuh kita akan mengurangi penggunaannya sebagai bahan bakar dan mengutamakan lemak sebagai sumber energi dengan kondisi ketosis.

Jadi, yang utama dipakai dulu adalah glukosa sebagai sumber tenaga bagi kebanyakan jaringan dan organ-organ tubuh kecuali beberapa saja dan yang signifikan adalah jantung yang mayoritas pakai lemak FFA juga keton dan sedikit glukosa serta laktat yang di daur ulang.

Kebanyakan sumber glukosa adalah karbohidrat dari makanan, tapi protein juga bisa dikonversi jadi gula di hati dan ginjal dalam proses glukoneogenesis (gluko: gula, neo: baru, genesis: penciptaan) dengan beberapa asam amino seperti alanine dan glutamine, serta dari pemecahan lemak trigliserida bagian gliserolnya adalah setengah molekul gula.

Jadi dengan makan karbohidrat kita mengamankan protein tidak diambil dari otot atau organ tapi juga pola makan tinggi karbo/gula turut mengamankan lemak badan, alias bikin tetap gendut bahkan bisa makin gemuk!

Jika kebutuhan glukosa masih tinggi dan kita mencoba diet rendah karbohidrat, terjadilah istilah “sakau gula” dan tubuh akan beradaptasi dengan memenuhi kebutuhan glukosa dari pemecahan protein, bahaya kalau dari badan sendiri,

Maka dari itu: adalah penting untuk meningkatkan konsumsi protein pada awal-awal masa adaptasi dalam diet ketogenik atau pola makan rendah karbohidrat supaya kebutuhan asam amino tidak diambil dari dalam tubuh sendiri: otot dan organ, namun dari makanan.

Lama-kelamaan, diet rendah karbohidrat juga akan mengurangi kebutuhan pemecahan protein untuk gula dan meningkatkan penggunaan lemak serta keton untuk sumber bahan bakar tenaga khususnya energi bagi otot plus otak.

Otak bisa menggunakan keton tidak hanya gula walau tidak bisa pakai lemak juga, dan keton ini akan menggantikan 75% kebutuhan otak akan glukosa sebagai sumber tenaga (setelah melewati masa adaptasi sakau gula tentunya)

Setelah sebulan, tubuh akan efisien menggunakan keton dan keton ini dihasilkan dari by-product atau efek samping pembakaran lemak sebagai mayoritas sumber energi bagi tubuh.

Dengan memaksimalkan penggunaan lemak, peningkatan pembakaran lemak ini terjadi akibat penurunan konsumsi karbohidrat. Tapi yang terjadi terbalik, banyak yang menyarankan untuk memangkas konsumsi lemak dengan alasan jika makan karbohidrat dan lemak, karbonya akan jadi gula sebagai sumber tenaga dan lemaknya langsung disimpan saja.

Namun tidak sesederhana sekedar rendah lemak atau bahkan mencoba membatasi karbohidrat, tapi terkait juga dengan kualitsas nutrisi dan efek hormonal.

Memang benar jika kita banyak makan lemak tidak serta merta pembakaran lemak badan juga ikut meningkat tapi hal ini menyangkut dari pengaturan sinyal-sinyal oleh beragam hormon-hormon di dalam tubuh.

Insulin misalnya, sebagai hormon yang diproduksi oleh organ pankreas, meregulasi nutrisi seperti mengatur penyimpanan gula dari darah ke glikogen sebagai cadangan glukosa untuk dipakai otot atau sebagai buffer di liver, mengatur sintesis protein khususnya untuk otot dan organ-organ, dan meningkatkan simpanan lemak dari lipogenesis juga menghambat pelepasan lemak dari sel-sel lemak, jadi insulin inilah yang bikin sulit turun berat badan.

Insulin paling tinggi dipicu oleh kenaikan gula darah dari konsumsi karbo/gula, protein sedikit memicu insulin pada sebagian kecil orang yang mengkonversi asam amino jadi glukosa juga, dan lemak serta keton juga bisa memicu insulin tapi tidak sebanyak karbohidrat atau protein.

Jika gula darah turun akibat puasa, olahraga, atau membatasi konsumsi karbohidrat, maka hormon insulin ini akan turun dan glukogon akan naik yang memicu pengeluaran glukosa dari glikogen dan gliserol dari pemecahan lemak/trigliserida.

Insulin dan glukagon ini peranannya berkebalikan, selain glukagon sebagai lawannya insulin ada juga hormon pertumbuhan (growth hormone/GH) yang memicu sintesis protein di hati dan otot serta memicu pengeluaran lemak dari sel-sel lemak untuk tenaga, tapi jika masih ada insulin maka hati terstimulasi untuk memproduksi IGF alias insulin-like growth factors yang bersifat anabolik.

Juga ada kaitan dengan hormon-hormon tiroid (T3 dan T4) serta kortisol dari adrenal korteks yang berperan juga dalam metabolisme dalam pembakaran sumber bahan bakar, tapi kortisol yang terus tinggi secara kronis tidak baik untuk kesehatan badan misal akibat stres, bisa merusak tulang dan otot serta persendian juga kulit.

Kortisol berperan dalam pemecahan lemak juga protein.

Ada juga hormon adrenalin dan noradrenalin atau efinefrin dan norefinefrin serta interaksi catecholamines, dll. Juga beragam tingkat aktivitas enzimatik yang terkait dengan pencernaan nutrisi seperti karbohidrat dan lemak, dengan dinamika yang kompleks, akan saya bahas kalau ada kesempatan lagi aja.

Sekarang waktunya istirahat dulu dan NEXT pada bagian 2 nanti akan dibahas lebih mendalam soal beberapa keton secara lebih terperinci pada diet ketogenik, kondisi ketosis juga soal ketoasidosis, ketonemia, ketonuria, masa adaptasi diet ketogenic, perubahan komposisi tubuh dengan diet keto, dan rasio yang tepat untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi dan menghindari dampak negatif kekurangan zat gizi tertentu, potensi atau resiko dari diet keto secara lebih detail lagi dan penerapan serta masa depan dari pola makan yang terbaik hasil evolusi diet ketogenik standar yang bisa dijalankan dalam jangka panjang serta beberapa variasi dietnya yang turut menggunakan karbohidrat untuk kinerja atletik atau berolahraga.

Sekian..

Terimakasih!

Sumber jurnal ilmiahnya:

1. “The Epilepsy Diet Treatment: An introduction to the ketogenic diet” John M. Freeman, MD ; Millicent T. Kelly, RD, LD ; Jennifer B. Freeman. New York: Demos Vermande, 1996.

2. Berryman MS. The ketogenic diet revisited. J Am Diet Assoc (1997) 97: S192-S194.
3. Wheless JW. The ketogenic diet: Fa(c)t or fiction. J Child Neurol (1995) 10: 419-423 .
4. Withrow CD. The ketogenic diet: mechanism of anticonvulsant action. Adv Neurol (1980)

27: 635-642.
5. Swink TD, et. al. The ketogenic diet: 1997. Adv Pediatr (1997) 44: 297-329.
6. Kwan RMF et. al. Effects of a low carbohydrate isoenergetic diet on sleep behavior and

pulmonary functions in healthy female adult humans. J Nutr (1986) 116: 2393-2402.

7. Nebeling LC. et. al. Effects of a ketogenic diet on tumor metabolism and nutritional status in pediatric oncology patients: two case reports. J Am Coll Nutr (1995) 14: 202-208.

8. Nebeling LC and Lerner E. Implementing a ketogenic diet based on medium-chain triglyceride oil in pediatric patients with cancer. J Am Diet Assoc (1995) 95: 693-697.

9. Fearon KC, et. al. Cancer cachexia: influence of systemic ketosis on substrate levels and nitrogen metabolism. Am J Clin Nutr (1988) 47:42-48.

10. Conyers RAJ, et. al. Cancer, ketosis and parenteral nutrition. Med J Aust (1979) 1:398-399. 11. Ritter AM. Evaluation of a carbohydrate-free diet for patients with severe head injury. J

Neurotrauma (1996) 13:473-485.
12. Cahill GF and Aoki T.T. How metabolism affects clinical problems. Medical Times (1970)

98: 106-122.
13. Walters JK, et. al. The protein-sparing modified fast for obesity-related medical problems.

Cleveland Clinical J Med (1997) 64: 242-243.
14. Yudkin J and Carey M. The treatment of obesity by a ‘high-fat’ diet – the inevitability of

calories. Lancet (1960) 939-941.
15. Yudkin J. The low-carbohydrate diet in the treatment of obesity. Postgrad Med (1972)

51: 151-154.
16. “Dr. Atkins’ Diet Revolution” Robert Atkins, MD. New York: David McKay Inc.

Publishers, 1972.
17. Council on Foods and Nutrition A critique of low-carbohydrate ketogenic weight reducing regimes. JAMA (1973) 224: 1415-1419.

18. “Dr. Atkins’ New diet Revolution” Robert Atkins, MD. New York: Avon Publishers, 1992.

19. “Protein Power” Michael R. Eades, MD and Mary Dan Eades, MD. New York: Bantam Books, 1996.