Makan Tanaman antara Nutrisi dan Anti Nutrisi 

Makan Tanaman antara Nutrisi dan Anti Nutrisi

Semua jenis tanaman/tumbuhan mengandung zat kimia dengan tujuan defensif.

Tanaman tidak bisa lari, jadi mereka membela diri bertahan hidup dan berkembang biak dengan beragam kandungan zat kimia..

Zat-zat kimia ini kalau di teliti, lalu diketahui dosisnya, di-ekstract, dikombinasikan dengan tepat, bisa jadi obat.

Tapi sebagai makanan, kita mesti berhati-hati karena efeknya bisa negatif juga.

Memang makanan nabati bisa mengandung mikronutrisi, vitamin dan mineral, serta antioksidan tapi masalahnya apakah bisa dicerna dan diserap manusia sesuai kebutuhan.?

Ketersediaan gizi yang bisa dicerna dan diserap atau ‘bioavailability’ nutrisi di sumber makanan nabati sangat rendah..

Misalnya aja vitamin A, tanaman itu sangat rendah bahkan tidak ada! Kayak wortel, itu mitos aja banyak vitamin A, padahal hoax yang disebarkan saat perang ketika tentara sekutu udah punya teknologi radar mobile di pesawat tapi supaya musuh ngga tau, disebarkan propaganda bahwa pilot-pilot bermata tajam karena makan wortel!

https://www.livescience.com/38861-carrots-eyesight-myth-origins.html

Vitamin A tidak ada dari sumber nabati manapun!

Tanaman bisa aja mengandung carotenoid seperti karoten di wortel, itu proto vitamin A, belum jadi vit A, mesti diubah dalam bentuk retinol baru bisa dimanfaatkan tubuh kita.

Dan konversi karoten menjadi vitamin A yang bisa dicerna itu rendah, hanya bisa diubah sebagian kecil bahkan tidak semua orang tubuhnya bisa mengkonversi karoten jadi vit A, tergantung genetikanya.

Begitu juga dengan vitamin D, tidak ada sumber nabati yang memiliki Vitamin D dalam bentuk cholecalciferol atau vit D3 yang bisa diserap tubuh manusia, hanya ada di sumber hewani dan jika kena sinar matahari.

Tanaman bisa aja mengandung vitamin D2 atau ergocalciferol, tapi kurang bermanfaat dan tidak bisa disimpan lama di badan, kurang vitamin D membuat depresi, demensia atau kepikunan, lemahnya daya tahan tubuh, defisiensi vitamin ini menyebabkan regulasi kalsium terganggu, rawan tulang keropos, berpotensi sakit jantung, diabetes, dan kanker.

Selanjutnya, vitamin yang susah ada di nabati adalah vitamin K2.

Kalau vitamin K biasa (vit K1) bisa aja ada di sumber nabati, tapi khusus vit K2 dari sumber MK-4 yang esensial hanya ada dari sumber hewani, sangat penting untuk kesehatan pembuluh darah kita.

Tubuh kita bisa mengkonversi vit K2 ke vit K3 yang vital, tapi sangat sedikit dan tidak efisien.

Contoh lain adalah vitamin B, beragam vit B itu bioavailability sangat rendah di tanaman, apalagi vitamin B12 itu hanya ada dari sumber hewani.

Vitamin B12 sangat esensial dalam pembentukan DNA & RNA, penting untuk otak serta saraf, dan tidak ada sumber nabatinya, hanya dari hewani.

Selain itu, kaum vegan atau vegetarian biasanya defisiensi mineral juga seperti zat besi, zinc, yodium, dll.

Ini karena adanya kandungan anti nutrisi, yaitu zat kimia dalam tanaman yang bisa menghambat penyerapan beragam gizi di dalam tubuh.

Misalnya aja asam fitat, banyak di biji-bijian dan kacang, walaupun beragam jenis kacang katanya berprotein, tapi neraka adalah benih si tanaman.

Tanaman melindungi benihnya dengan anti nutrisi, seperti asma fitat atau phytate ini, menahan zat gizi hanya untuk si benih dan melindunginya dari pemangsa.

Asam fitat seperti magnet, mencuri zat besi, zinc, kalsium, magnesium, dll dari sistem cerna dan badan kita.

Lalu ada juga anti nutrisi bernama: goitrogen yang banyak di akar, umbi, biji, bahkan sayuran yang menggangu metabolisme yodium serta produksi hormon tiroid jadi bermasalah.

Oksalat juga salah satu anti nutrisi yang menggangu penyerapan mineral di dalam tubuh, banyak di sumber nabati, kacang-kacangan dan sayuran serta buah-buahan juga ada.

Oksalat bisa berpotensi bikin asam urat, membuat ginjal bermasalah, bahkan zat besi yang katanya banyak di bayam jadi tidak bisa dicerna karena oksalat, zat besi yang bisa diserap banyak adalah dalam bentuk heme iron yang ada hanya dari sumber hewani.

Selain itu, zat kimia tannin yang jadi pewarna alami di tumbuhan juga menggangu pencernaan zat besi, ada juga salisilat yang terkandung dalam tanaman itu adalah zat kimia anti hama, pestisida alamiah dari nabati.

Lemak esensial Omega tiga juga susah kalau dari tumbuh-tumbuhan, bentuk Omega 3 yang bisa dimanfaatkan tubuh khusus ya otak kita adalah dalam bentuk EPA & DHA, sedangkan di tanaman adanya lemak Omega 3 adalah ALA yang sudah dikonversi tubuh menjadi DHA (pada wanita maksimal hanya bisa 9% dan pria bahkan hanya 4% seringkali nol!) percuma aja konsumsi minyak nabati, malah ketinggian Omega 6 berlebihan menyebabkan inflamasi atau peradangan di dalam tubuh seperti pembuluh darah.

Protein yang esensial dalam bentuk asam amino ada 9 jenis, itu hanya lengkap ada dari sumber hewani, kalau protein dari nabati tidak komplit asam amino esensialnya tidak semua ada, dan kebanyakan sumber protein nabati mengandung banyak zat-zat kimia anti nutrisi, misalnya kacang kedelai yang mengandung phyto-estrogen tu mengacaukan keseimbangan hormon-hormon, DNA tripsin inhibitor malah mengganggu penyerapan protein itu sendiri, beresiko sakit autoimun jika protein tidak bisa dicerna utuh.

Kolesterol yang sangat dibutuhkan seluruh sel-sel dituduh kita, untuk membran pelindung, juga otak kita sangat butuh kolesterol, itu tidak ada dari sumber nabati (adanya phytosterol), kolesterol hanya ada dari sumber hewani.

Tapi kolesterol juga banyak diproduksi tubuh kita sendiri, mayoritas di hati, makanya ada juga kaum vegan yang berkolesterol tinggi walau tidak makan binatang apapun.

Jadi kesimpulannya, sumber makanan hewani yang penting kita harus konsumsi setiap hari.

Sumber nabati itu banyak zat-zat kimia anti nutrisi, beberapa bisa untuk obat tapi bukan sebagai makanan utama sehari-hari, apalagi tanaman yang bagiannya bisa dimakan banyak mengandung karbohidrat, gula serta fruktosa yang menjadikan simpanan lemak di badan berlebihan karena picu insukin yang menghambat pemecahan dan pembakaran lemak di dalam tubuh, plus selulosa (serat yang tidak bisa diserap dan berpotensi mengiritasi sistem cerna) jadi kalau tidak butuh banget tetumbuhan, jangan dimakan, kecuali sudah diproses untuk menghilangkan atau mengurangi anti nutrisinya dan diolah jadi obat-obatan.

Referensi ilmiah:
1.↑J Health Popul Nutr 2013;31(4): 413–4232.↑Tripkovic et al 2012 Am J Clin Nutr 95(6): 1357–1364, Wilson LR et al 2017 Proc Nutr Soc 1-83.↑Crowe et al 2010 Public Health Nutrition 14(2): 340–346; Wilson LR et al 2017 Proc Nutr Soc 1-84.↑Eyles et al 2013 Front Neuroendocrinol 34(1):47-645.↑Sepehrmanesh et al 2016 J Nutr 146:243–86.↑Feng et al 2017 Nutr Neurosci 20(5):284-2907.↑Ferland 2012 Biofactors 38(2):151-78.↑Lachner et al 2012 J Neuropsychiatry Clin Neurosci 24(1):5-159.↑Pawlak R et al 2014 European Journal of Clinical Nutrition 68, 541–54810.↑Stabler 2013 N Engl J Med 2013; 368:149-1611.↑Schupbach R et al 2017 Eur J Nutr 56(1):283-293, Vudhivai N et al 1991 J Med Assoc Thai 74(10):465-70.12.↑Powers HJ Am J Clin Nutr 2003;77:1352–6013, 15, 16.↑Lanska DJ 2010 Handb Clin Neurol 95:445-76. Chapter 30: Historical aspects of the major neurological vitamin deficiency disorders: the water-soluble B vitamins.14.↑Kennedy DO Nutrients 2016, 8, 6817.↑Blazewicz et al 2016 Journal of Trace Elements in Medicine and Biology 34; 32–37.18.↑Redman K et al 2016 Critical Reviews in Food Science and Nutrition 56:2695-271319.↑Leung et al 2011 J Clin Endocrinol Metab 96(8): E1303–E1307.20.↑Miret S et al Annu. Rev. Nutr. 2003. 23:283–30121.↑Gibson RS et aAm J Clin Nutr 2014;100(suppl):459S–68S22.↑Kim and Wessling-Resnick 2014 Journal of Nutritional Biochemistry 25: 1101–110723.↑Schüpbach R et al 2017 Eur J Nutr 56 (1): 283–293.24.↑Villagomez and Ramtekkar 2014. Children 1: 261-279.25.↑Gronli O et al 2013 PLoS One 8(12):e82793 and Lomagno K et al 2014 Nutrients 6(11): 5117-514126.↑Solati Z et al 2015 Nutr Neurosci 18(4):162-8.27.↑Ghanizadeh and Berk 2013 European Journal of Clinical Nutrition 67: 122–12428.↑Franceschi and Nakata 2005 Annu Rev Plant Biol 56:41–7129.↑Noonan SC et al 1999 8(1) 64-7430.↑Clemens S 2014 Plant Science 225 p 52-57.31.↑Dyall SC 2015 Frontiers in Aging Neuroscience 7(52)32.↑Rosell S et al 2005 Am J Clin Nutr 82(2):327-33433.↑Arterburn 200634.↑Messamore and McNamara Lipids in Health and Disease 2016; 15:2535.↑Sublette et al 2011 J Clin Psychiatry 72(12): 1577–158436.↑Tome D 2012 Br J Nutr 108 Suppl 2:S222-937.↑Fukagawa NK 2014 Am J Clin Nutr 99(4):761-238.↑Wu S et al 2016 J Psychiatry Neurosci 41(1):56-6939.↑Hughes et al 2013 J Alzheimers Dis 33(4):891–91140.↑Persons and Fiedorowicz 2016 J Affect Disord 206:55-67
Sumber: diagnosisdiet.com