PUASA DAN LAPAR HABITUAL

BANYAK DARI KITA MEMILIKI TOLERANSI YANG RENDAH PADA RASA LAPAR.

Kita cenderung menganggap makan sebagai sesuatu yang harus kita lakukan, bukan yang ingin kita lakukan—lebih seperti bernapas daripada kayak shopping misalnya.

Dan ya, tentu saja, kita perlu makan untuk bertahan hidup.

Tapi kita cenderung memanfaatkan fakta ini, dengan memasukkan semua jenis keinginan mau makan iki itu jadi ke dalam kategori kebutuhan.

Jadi rasa lapar terasa dilebih-lebihkan padahal baru sedikit terasa kelaparan.

Seberapa sering Anda mengklaim bahwa Anda “kelaparan” padahal baru beberapa jam sejak makan terakhir Anda?

Atau, berapa kali Anda mendengar seseorang mengatakan mereka akan pingsan ketika pelayanan di restoran lambat atau makan tertunda sebentar?

Faktanya bahkan bahkan tidak merasa lapar banget sih saat makan.

Orang makan lebih karena kebiasaan daripada kelaparan.

Dan bahkan ketika kita lapar, kita biasanya makan lebih banyak dari yang kita butuhkan atau seharusnya—karena rasanya enak, atau karena kita terbiasa dengan porsi besar.

Jadi bukan hanya karena ada kebutuhan, namun sebenarnya sudah kebiasaan saja makan berlebihan dan dimulai dari rasa lapar yang sebenarnya hanya sinyal dari kebiasaan bukan kelaparan sejati yang harus banget makan.

Lapar yang sejati itu lebih seperti rasa haus setelah ngga makan berhari-hari karena kurang gizi bukan soal kalori saja.

Tapi kalau baru seharian atau bahkan dua hari belum makan apa-apa, rasa lapar yang ada sebenarnya masih bisa dilatih toleransinya karena itu hanyalah kebiasaan belum menjadi kebutuhan makan. #pantangdiet
https://www.instagram.com/p/Cb9Fte7rc_5/?utm_medium=share_sheet